Legislator Usul Pemerintah Terlibat Pengembangan PLTP
Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto di sela-sela mengikuti Kunjungan Kerja Reses Komisi VII ke PLTP Gunung Salak PT Indonesia Power, di Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat, Jumat (8/10/2021). Foto: Hira/nvl
Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto mengusulkan keterlibatan pemerintah dalam pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) di Indonesia. Menurutnya, tingginya biaya eksplorasi di hulu, yakni menemukan uap panas, menghabiskan biaya sangat mahal dan berisiko. Bahkan ketika pengembang melakukan eksplorasi, ada yang memperoleh titik sumber panas bumi, namun juga ada yang tidak mendapatkan titik uap panasnya.
“Nah ketika banyak yang nggak dapet (hasil eksplorasi sumber panas bumi), kan akhirnya dikompensasi ke harga akhir BPP (Biaya Pokok Penyediaan) listrik ya,” terang Mulyanto ketika ditemui Parlementaria di sela-sela mengikuti Kunjungan Kerja Reses Komisi VII ke PLTP Gunung Salak PT Indonesia Power, di Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat, Jumat (8/10/2021).
Mulyanto menjelaskan, problem dari energi baru terbarukan (EBT), khususnya produk PLTP adalah harga jualnya yang masih tinggi. Sebagai contoh, harga jual dari PLTP Gunung Salak diketahui masih di atas Rp1000/kwh atau setara kurang lebih 8 sen dolar AS per kwh. Sedangkan pada PLTA dan PLTS sekitar 4-5 sen dolar AS per kwh.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) menilai, apabila pemerintah turut andil pada proses eksplorasi tersebut, diharapkan dapat mereduksi biaya pembangunan PLTP yang disebabkan risiko yang tinggi untuk memperoleh sumber panas bumi tersebut. Dengan begitu, PLTP dapat dapat bersaing dengan sumber-sumber energi lainnya seperti PLTA atau PLTS.
Terkait bauran EBT, kontribusi EBT nasional pada 2020 masih berada dalam kisaran 11 persen. Sementara targetnya sebesar 23 persen pada 2025 dan 30 persen pada 2030. “Iya, ini kan masih jauh ya. Target EBT kita kan sesuai Rencana Umum Energi Nasional yang diterbitkan pemerintah melalui DEN itu kan 25 persen ya di tahun 2025. Nah sekarang kan baru 10 koma. Jadi, setengahnya lah ya,” lanjut Mulyanto.
Perkembangan EBT di Indonesia dinilai Mulyanto masih jauh, sehingga harus diperbaiki oleh pemerintah melalui Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) secara bertahap. Mulyanto pun setuju apabila pemerintah memiliki rencana untuk membentuk badan usaha dengan menyatukan badan-badan usaha yang sudah ada seperti Geo Dipa Energi, Pertamina Geothermal Energy dan Indonesia Power.
Menurutnya, dengan badan usaha yang cukup besar, diharapkan dapat mengatasi modal di awal dalam pengembangan PLTP yang cukup tinggi. “Nah ini saya setuju, karena kita akan memperkuat ya, memperkuat eksplorasinya termasuk pembangunan infrastruktur. Nah kalau hal itu terjadi, mudah-mudahan bisa mereduksi BPP,” pungkas legislator dapil Banten III tersebut. (hal/sf)